Keberadaan buku skenario film pendek tidak banyak ditemukan di perpustakaan maupun toko buku. Sebuah skenario film pendek sangat dibutuhkan, terutama sebagai referensi bagi para pembuat film pendek. Tidak hanya untuk memandu sutradara dan pemeran, tetapi juga mengajak penonton dalam sebuah perjalanan emosional. Pentingnya buku skenario film pendek ini adalah dalam membuka wawasan ke dalam dunia imajinasi dan proses kreatif. Kumpulan skenario film pendek ini, tidak hanya menyajikan cerita, tetapi menawarkan inspirasi, refleksi, dan mungkin pertanyaan-pertanyaan yang memantik pikiran.
Kehadiran buku skenario film pendek ini sebagai bentuk kreativitas dan imajinasi yang dihadirkan oleh para penulisnya. Skenario-skenario film pendek ini adalah pemberhentian sejenak, agar kita bisa menangkap esensi dan juga menemukan refleksi diri. Kumpulan skenario film pendek ini terdiri dari 11 judul, yaitu “Arunika”, “Phising Game Online”, “Mati Lampu”, “Cash or Duel”, “Terlambat”, “DIA AFSANA”, “Tiga Warna Di Bawah Topi”, “Cinta & Impian”, “Robin Hood Yogyakarta”, “Aku Bukan Pilihan”, “Mengapa Harus Aku”.
Turâts menurut Hasan Hanafî secara istilah merupakan peninggalan budaya masa lalu yang datang ke masa kini dengan berbagai bentuknya. Dalam hal ini Hasan Hanafî menyebut ada beberapa tingkatan wujud turâts; materil dan dan formal. Turâts dalam wujud materil adalah kumpulan manuskrip atau kitab-kitab yang datang dari masa lalu, sementara turâts dalam wujud formal adalah teori-teori, konsep-konsep, yang lahir dari suatu penafsiran dari masa lalu, dalam hal ini turâts menurut Hasan Hanafî adalah kumpulan tafsir yang datang dari generasi masa lalu dan eksis di masa kini. Dalam proyek besarnya, Turâts wa Tajdîd Hasan Hanafî fokus mengkaji turâts dalam tingkatan wujud yang kedua ini.
Bagi Hasan Hanafî, turâts bukan sekedar proyek intelektual yang selesai sampai pada tingkatan teoretis tetapi bagaimana ia juga hadir dalam tingkatan praksis, sehingga bisa menjadi suatu gagasan solutif dan siap pakai dalam mengentaskan berbagai masalah peradaban. Sebab itulah bagi Hasan Hanafî turâts merupakan titik awal tanggung jawab kebudayaan dan kebangsaan. Sementara Tajdîd atau pembaruan baginya adalah suatu upaya penafsiran ulang atas turâts sehingga melahirkan pemaknaan yang lebih segar, kontekstual dan bisa menjawab persoalan zaman hari ini.
Konsep turâts yang dibangun oleh Hasan Hanafî mengakar pada 3 pilar pembaruan, sebab itu proyek yang disebutnya “Turâts wa Tajdîd” ini mencakup tiga bagian, yang mengekspresikan sikap peradaban terhadap tiga hal; Sikap Kita terhadap Turâts Klasik, Sikap Kita terhadap Turâts Barat, dan Sikap Kita terhadap Realitas.
Buku ini mengulas berbagai problem yang ada berkaitan dengan agama dan masyarakat. Sebagai gambaran umum, uraian dalam buku ini mencakup tiga bab pemabahasan tentang suatu permasalahan. Bab satu, mengulas tentang fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat. Bab dua, membahas berbagai tradisi yang telah mengakar di tengah masyarakat, dan terakhir bab tiga, menjelaskan tentang beberapa problem keagamaan.
Bila ditengok kembali, riwayat Meron bermula pada abad ke-17. Saat Demang Sukolilo yang bernama Suro Kerto berhasil membantu kerajaan Mataram untuk membasmi pemberontakan yang terjadi di kawasan Pati. Prajurit Mataram yang bertugas bersama Suro Kerto pun tinggal dan menempati kawasan Sukolilo. Kerinduan para prajurit Mataram yang tinggal di kawasan Sukolilo terhadap upacara Sekaten yang tiap tahun diadakan di kawasan Mataram mendorong mereka untuk membuat acara “tiruan” untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad. Setelah meminta izin dari Sultan Agung Mataram, para prajurit kemudian mengadakan acara serupa Sekaten yang disebut Meron.
Meron muncul di kawasan Sukolilo sebagai produk akulturasi. Meron dihadirkan dengan wujud sebuah kesatuan antara nilai islami yang dibungkus dengan budaya Jawa ke wilayah Sukolilo. Ia hadir dengan format yang sudah ada contohnya, kemudian dimodifikasi sedemikian rupa dan diberi ciri khusus agar tidak sama dengan Sekaten yang ada di Yogyakarta.
Buku ini membahas tentang dinamika transmisi paham salafī-wahhābī dalam konteks pendidikan pesantren di indonesia, perkembangan teologi salafī-wahhābī, kondisi pondok pesantren daar el-qolam dan la tansa dalam konteks pendidikan islam di indonesia, transmisi teologi salafī-wahhābī di pesantren modern, desiminasi dan respons pesantren modern terhadap teologi salafī-wahhābī, serta adaptasi dan moderasi dalam merespons paham salafī-wahhābī di pesantren dikemas dengan narasi yang sangat mudah untuk dipahami. Buku ini bagian dari upaya untuk memperdalam pemahaman di bidang Aqidah dan Filsafat Islam. Dengan harapan bahwa buku ini dapat memberikan kontribusi yang bermakna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang yang dikaji dan juga dapat menjadi sumber inspirasi.
Buku skenario film pendek Tuah dan Skenario Fiksi Liyan merupakan hasil dari perjalanan emosional dan kreatif yang menarik dari para penulisnya. Menulis sebuah skenario film pendek adalah tantangan yang menggairahkan dan sebuah upaya untuk mentransformasikan ide-ide dan imajinasi ke dalam bentuk naratif yang memikat. Buku ini menggambarkan ragam corak dari skenario film pendek. Tidak banyak skenario film pendek yang bisa didapat di toko buku maupun perpustakaan. Buku ini dapat menjadi rujukan bagi para pembuat film pendek untuk mengembangkan cerita film.
Skenario film pendek yang ada dalam buku ini lahir dari gagasan tentang kehidupan, emosi, dan petualangan penulisnya. Setiap karakter, setiap dialog, dan setiap adegan diciptakan dengan tujuan untuk menghadirkan pengalaman visual dan emosional yang mendalam bagi pembacanya. Buku ini terdiri dari 12 ragam skenario film pendek yang berjudul “SEKEJAP”, “Hubungan Talarang”, “HIM”, “TUAH”, “Ragumu Rugimu”, “Cukup Puas”, “Wanita Penembus Waktu”, “Memori Masa Kecil”, “Sempurna – kan?”, “Secangkir Teh”, “Ngeyel”, “RingRoad Barat”. Semoga buku “Tuah dan Skenario Fiksi Liyan” ini tidak hanya menjadi bacaan yang menghibur, tetapi juga memicu imajinasi dan refleksi. Selamat membaca.
Buku ini berisi Biografi Ulama Al-Qur’an Sumenep, merupakan gambaran dari kristalisasi dan kesinambungan al-Qur’an di Sumenep pada masa lalu. Individu-individu yang diungkap dalam buku ini bukan sosok ahistoris. keahlian mereka dalam bidang al-Qur’an tidak didapatkan dari ruang hampa. Mereka hasil dari didikan orang-orang sebelum mereka. Lewat mereka pula al- Qur’an akan selalu lestari di Bumi Sumekar dan sekitarnya.
Buku yang akan diulas ini mengetengahkan kajian mushaf meng-gunakan ilmu bantu khat/kaligrafi sebagai pisau analisisnya. Tradisi menyalin mushaf Al-Qur’an mulai abad ke-2 Hijriah sudah menjadi profesi yang menjanjikan. Sebagai contohnya, Malik bin Dinar. Selain cakap menyalin, ia juga hafal Al-Qur’an. Ia menyalin Al-Qur’an untuk dijual kepada masyarakat yang membutuhkan (Hakim, 2021). Di Madura, salah seorang raja Keraton Sumenep, Sultan Abdurrahman pernah melakukan penyalinan mushaf Al-Qur’an yang kemudian hasil karyanya tersebut saat ini ada di museum kabupaten Sumenep.
Hadirnya buku ini, sejatinya bentuk identifikasi awal dari para Ulama para penulis Al-Qur’an di Kabupaten Sumenep, bisa terkategori kepada beberapa kategori, yaitu para ulama penulis mushaf Al-Qur’an, yaitu Sultan Abdurrahman, Kiai Nur Ali, Kiai Abdul Ghaffar, Kiai Samman. Di samping itu, juga ada kategori ulama mufassir Al-Qur’an yakni Kiai Thoifur Ali Wafa, yang menulis tafisr secara utuh 30 juz, sedangkan Kiai Ahmad Basyir menulis sebagian tafsir dan Kiai Abdul Basith menulis tafsir surat Yasin. Ada juga ulama yang menggeluti bidang kaligrafi yakni Kiai Hatim Asham Tibyan dan Kiai Bastami Tibyan. Keduanya merupakan saudara kandung, namun mengajarkan ilmu kaligrafi dan khotnya di lembaga pesantren masing-masing. Selanjutnya, ada juga ulama Al-Qur’an di bidang akademik, yakni Kiai Moh Tidjani Djauhari, menempuh S1 dan S2 nya di bidang tafisr di Saudi Arabia, sedangkan Kiai Ghozi Mubarok, kuliah S1, S2 dan S3 nya di bidang Tafsir. Untuk ulama yang menulis buku tentang kajian tafsir dan Al-Qur’an yakni Kiai Abuya Busyro Karim, dan Kiai Jamaluddin Kafie menarjamah beberapa kitab berbahasa Arab dan berbahasa Inggris tentang kajian Al-Qur’an.
“Urip Dioyak-Oyak Banyu” (Bahasa Jawa) yang berarti “hidup dikejar-kejar air”, benar-benar menggambarkan kehidupan dan penghidupan penduduk Sayung. Dalam arti, baik itu meninggikan rumah maupun pindah tempat tinggal, air laut seakan tetap mengejar. Ungkapan itu ditangkap dari hasil menjumpai dua orang warga. Pertama, dari seorang perempuan yang turut tergulung dalam gelombang perpindahan dari Rejosari ke Sidogemah. Kedua, dari seorang kakek yang terpaksa membawa keluarganya, dengan biaya sendiri yang tidak murah, pindah dari Mondoliko ke Desa Gemulak. Banyak kisah yang menarik untuk disimak dari dalam buku ini.
Buku ini membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan sejarah perkembangan ijtihad, dasar-dasar ijtihad, metode ijtihad, teori posisi ketika berijtihad, dan penerapan ijtihad dalam pengembangan ekonomi syariah. Kajian buku ini cukup komprehensif tentang metode-metode yang relevan digunakan untuk pengembangan ekonomi syariah.
Buku ini cukup menarik karena membahas kajian baru yang belum banyak didalami oleh penulis-penulis sebelumnya, yaitu kajian tentang bagaimana posisi ketika berjitihad membahas masalah-masalah ekonomi yang diperselisihkan oleh para ulama dan bagaimana hierarki penggunaan metode ijtihad digunakan.
Judul ini secara langsung mengidentifikasi masalah yang sering muncul dalam masalah ekonomi, khususnya terkait masalah keabsahan beberapa produk lembaga ekonomi dan lembaga keuangan syariah, seperti produk-produk perbankan dan pegadaian syariah.
Buku ini membimbing dan mengarahkan para akademisi untuk memilih dan menggunakan metode ijtihad yang tepat dalam menyelesaikan perbedaan pendapat para ulama tentang keabsahan suatu konsep dan praktik ekonomi, sehingga eksistensi buku ini berguna sebagai tawaran solusi pemecahan masalah yang berkaitan dengan hukum ekonomi Islam.
Pembahasan dalam buku ini fokus pada masalah metodologi kajian hukum Islam yang diorientasikan pada kajian akhir mengenai contohcontoh penggunaan metode ijtihad, mulai dari metode qiyas, mashlahahmursalah, zad al-zari’ah, istihsan, istishab, dan ‘urf. Diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya meningkatkan literasi ekonomi syariah masyarakat Indonesia yang lebih moderat.
Buku ini berisi 28 judul yang menarik tentang KH. Maimoen Zubair berdasar pada ceramah dan wawancara kepada lebih dari 20 Masyayikh Sarang dan sekitarnya, serta kepada para santri yang mulazamah kepada Syaikhina. Setiap judul disertai dengan dalil tentang apa yang Syaikhina lakukan. Contohnya adalah memuliakan keturunan Nabi Muhammad, penafsiran Mbah Moen, pembuatan patung Diponegoro di Sarang, penentuan arah kiblat, bersalaman dengan bukan mahram di hari raya, menjual tanah kepada non-muslim, pluralisme, dan judul menarik lainnya. Dan di akhir pembahasan terdapat review 12 kitab karya Syaikhina.
This book discusses the various studies of Indonesian comedy films after the 2000s. Comedy films are among the films of interest to Indonesian audiences. This can be seen from the number of viewers of the Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss Part 1 comedy film, which reached around 6.8 million viewers. The limitations of this book can be a space for subsequent film reviewers to provide other varieties related to Indonesian comedy films. This book has 14 studies consisting of film studies Kiamat Sudah Dekat (2003), Janji Joni (2005), Get Married 1 (2007), Married By Accident (2008), Kambing Jantan (2009), Senggol Bacok (2010), 3 Pejantan Tanggung (2010), Cinta Brontosaurus (2013), Comic 8 (2014), Hangout (2016), Milly & Mamet (2018), Orang Kaya Baru (2019), Ali & Ratu-Ratu Queens (2021), Ngeri-Ngeri Sedap (2022). The order in which the film is reviewed is by year of production, not by order of pages in this book.
Dalam buku ini menjelaskan bagaimana video dapat menjadi salah satu luaran mata pelajaran yang inovatif dan tepat sasaran untuk pembelajaran bahasa, terutama bahasa Inggris. Dalam bab pertama akan menjelaskan bagaimana kurikulum dan apa capaiannya. Bab kedua menjelaskan mengenai Project Based Learning yang akan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan critical thingking peserta didik. Bab ketiga menjelaskan bagaimana langkah-langkah memberikan tugas pada siswa dan mengorganisirnya. Sedang, bab empat merupakan refleksi di mana beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan model pembelajaran dengan video.
Kartini merupakan simbol emansipasi wanita di Indonesia, bukan hanya simbol perjuangan, tetapi juga inspirasi abadi bagi banyak wanita hebat yang meneruskan jejaknya. Puisi-puisi dalam antologi ini menggambarkan kekuatan, keberanian, dan kebijaksanaan wanita Indonesia yang berjuang dalam berbagai bidang, menjadikan mereka pilar penting dalam masyarakat.
Kartini merupakan simbol emansipasi wanita di Indonesia, bukan hanya simbol perjuangan, tetapi juga inspirasi abadi bagi banyak wanita hebat yang meneruskan jejaknya. Puisi-puisi dalam antologi ini menggambarkan kekuatan, keberanian, dan kebijaksanaan wanita Indonesia yang berjuang dalam berbagai bidang, menjadikan mereka pilar penting dalam masyarakat.
Islam is a perfectly complete religion, very comprehensive— encompassing the world and the hereafter, the profane and the sacred—for all mankind. The completeness of Islam is reflected in its various teachings, including an invitation for humans to live in peace based on justice for all; young and old, Muslim or non-Muslim. The grace of Islam also extends beyond everything, penetrating the niches of life, geographical boundaries, ethnicities, countries, and all inhabitants of nature.
One characteristic of Islam is wasathiyah, meaning realistic. Wasathiyah Islam means Islam which is between reality and ideality. Islam has an ideal goal which is the goal to create welfare for people in this world and the hereafter.
This book contains the Wasathiyyatul Islam diplomacy of the Indonesian Ulama Council. The book is divided into two parts – the first relating to the concept of wasathiyyatul Islam, the global situation in the 21st century and the diplomacy of the Indonesian Government.
Finally, this book also discusses wasathiyyatul Islam diplomacy of the Indonesian Ulama Council in four major areas, namely peaceful diplomacy, humanitarian diplomacy, halal diplomacy, and friendship and international dialogue.
Bayangkan sebuah masyarakat yang hidup tanpa sampah di mana setiap barang memiliki siklus hidup yang panjang, digunakan kembali, dan tidak berakhir mencemari bumi. Inilah visi Zero Waste Society, sebuah gerakan yang kini semakin mendesak untuk diwujudkan.Buku ini mengajak kita memahami krisis sampah di Indonesia sekaligus menawarkan jalan keluar nyata: dari kebijakan, inovasi, hingga langkah kecil yang bisa dilakukan setiap individu. Ditulis dengan pendekatan ilmiah namun tetap membumi, ZERO WASTE SOCIETY menghadirkan inspirasi bagi siapa saja yang peduli pada keberlanjutan lingkungan.Lebih dari sekadar konsep, buku ini adalah peta jalan menuju masa depan yang bersih, sehat, dan berkeadilan ekologis. Cocok dibaca oleh mahasiswa, aktivis, pembuat kebijakan, maupun masyarakat umum yang ingin ikut ambil bagian dalam perubahan besar menuju Indonesia tanpa sampah.